DbClix

Rabu, 20 Agustus 2008

Affluent Shopper Insight in Mall

Friday, 15 August 2008, Fungsi mal, terutama bagi kalangan affluent, lebih sebagai tempat hang out ketimbang sebagai tempat shopping semata. Tak heran strategi marketing mal untuk kalangan ini menjadi berbeda.

Kalangan affluent Jakarta mengunjungi mal lebih dari satu kali dalam sepekan. Mereka memanfaatkan mal lebih sebagai tempat untuk hang out ketimbang untuk window shopping atau untuk shopping sekalipun. Hal ini terlihat dari survei yang dilakukan Majalah MIX-MarketingXtra terhadap 32 pengunjung (dipilih secara acak) di empat mal premium di Jakarta, yaitu Grand Indonesia, Plaza Senayan, Senayan City dan Pacific Place.

Survei yang diselenggarakan pada akhir Mei 2008 itu menunjukkan 52% responden datang ke mal untuk hang out, 24% karena akan membeli sesuatu, 18% untuk window shopping, dan masing-masing 3% datang ke mal karena ada urusan pekerjaan dan sebagai tempat transit.

Mengingat tujuan kedatangan mereka, tak heran kalau mereka tidak sendirian datang ke mal. Sekitar 42% responden mengaku datang bersama temannya, masing-masing 22% datang bersama pasangan atau keluarga, dan masing-masing 5,7% datang sendiri atau bersama klien.
Sebagai ruang bersosialisasi, tak heran responden betah berlama-lama menghabiskan waktu di mal. Sebagaimana terlihat dari banyaknya responden (38%) yang menghabiskan waktu dua sampai tiga jam berada di mal yang memang cukup nyaman ini. Bahkan 31% responden menghabiskan waktu di mal lebih dari tiga jam. Sementara 22% responden berada di mal antara satu sampai dua jam, dan 9% responden berada di mal kurang dari satu jam.

Dalam hal frekuensi kunjungan, seperti disinggung di atas, kalangan masyarakat ini cukup sering mengunjungi mal. Tercatat, 42% responden datang lebih dari sekali dalam seminggu, 21% responden datang masing-masing sekali dalam sebulan dan seminggu, dan 14% datang dua kali dalam sebulan.

Meskipun cukup lama dan cukup sering berada di mal, namun ini tidak identik dengan banyaknya pengeluaran, karena kebanyakan dari mereka (42%) hanya mengeluarkan uang dari Rp200.000–Rp500.000 dalam sekali kunjungan. Meski diyakini pengunjung mal ini berasal dari golongan menengah atas, ternyata hanya 17% dari mereka yang menghabiskan Rp1.000.000 sampai Rp2.000.000 per kunjungan. Malah 34% dari mereka menghabiskan uang kurang dari Rp200.000 sekali kunjungan, dan 7% mengaku mengeluarkan dana Rp 500.000–Rp 1.000.000 per kunjungan.

Shirley, seorang ibu rumah tangga yang ditemui MIX di Grand Indonesia, mengaku bahwa ketika ia datang ke mal tersebut, yang ia sering kunjungi hanya toko aksesoris, sambil nonton. “Kalau mau belanja banyak, saya biasanya datang ke Mangga Dua,” katanya. Jika dikaitkan dengan determinasi karakter upper market dalam perilaku belanja, setelah ditelusuri Shirley termasuk golongan Soldier of Fortune. Tipe shopper ini adalah mereka yang cenderung lebih berhati-hati dalam menggunakan uangnya, family oriented, dan lebih senang menghabiskan waktunya bersama keluarga.

Tak Satu Pun Conservative Solitude

Mengacu pada segmentasi psikografis yang dibuat oleh Nielsen Indonesia (2005), MIX mencoba mengkonfirmasinya kepada responden. Hasilnya, pengunjung mal premium di ibukota ini mewakili psikografi Soldier of Fortune (38%), Fashion Forward (30%) dan Constant Hedonist (32%).

Fashion Forward dan Constant Hedonist yang termasuk dalam kelompok modern shopper lebih banyak dibandingkan traditional shopper yang dibedakan menjadi Soldier of Fortune dan kelompok Conservative Solitude yang tidak ditemukan dalam salah satu kepribadian responden. Conservative Solitude, menurut Nielsen, adalah mereka yang memiliki pemikiran konservatif, tidak terbiasa dengan teknologi, cenderung pasif, serta tidak terlalu memikirkan penampilan.

Hal ini menjelaskan mengapa mereka tidak terlalu menyukai mal, tempat yang sering diasosiasikan untuk mereka yang ingin terlihat dan melihat (to see and to be seen).

Deska Aprilia, seorang mahasiswi yang ditemui MIX di Senayan City mengaku datang ke mal ini dua kali dalam seminggu, dan paling sering mengunjungi counter HP. Menggandrungi segala yang berkaitan dengan gadget baru ini adalah salah satu ciri dari kelompok Fashion Forward, selain berorientasi pada merek, memperhatikan penampilan, pengikut trend, dan menyenangi barang-barang berkualitas. Deska yang mal ibarat rumah kedua baginya mengamini hal ini. “Saya memang brand minded, tapi sebenarnya tergantung item,” jelasnya.

Sedangkan Constant Hedonist yang dicirikan dengan perilaku impulsif, cenderung menghabiskan uang tanpa perencanaan, menyukai hiburan dan musik, serta senang menghabiskan waktu dengan pergi keluar. Ciri lainnya adalah memiliki pengeluaran yang besar. MIX menemui Marissa di Senayan City. Gadis berusia 22 tahun yang termasuk kategori ini, mengaku mengeluarkan Rp 1.000.000 sekali kunjungan ke mal, untuk nongkrong dan shopping terutama di toko sepatu dan baju.

Besarnya minat terhadap mode menjawab pertanyaan outlet yang paling sering dikunjungi, yaitu fashion store (41%). Sementara restoran, cafe atau foodcourt berada di urutan kedua (30%), diikuti toko buku (13%), toko sepatu (7%) dan bioskop, toko elektronik, dan toko aksesoris (masing-masing 3%).

Di antara 80-an mal yang ada di Jakarta, responden lebih memilih untuk mengunjungi 4 mal ini karena lokasinya yang sangat stragetis. Faktor ini dipilih oleh 17% responden. Yang lain memilih masih sepi (14%), lebih dekat (14%), nyaman(11%), toko dan fasilitas lengkap (11%), masih baru (11%), luas dan dipersepsikan bagus masing-masing 5%, serta banyak makanan (3%), dan sophisticated (3%).

Kalangan upper market yang mengunjungi mal ini ternyata tidak terlalu merespon sales promo yang dilakukan toko-toko yang ada di mal. Kondisi yang mendorong mereka untuk melakukan pembelian tetap didominasi oleh adanya kebutuhan (76%), sisanya jika ada sale atau diskon (12%), jika keluar item terbaru (8%), dan tergantung mood (4%). Seorang responden yang tidak mau menyebutkan namanya, memberikan alasan pada MIX. “Kalau sedang ada sale, tapi tidak butuh, buat apa beli,” katanya.

Soldier Fortune:
Family oriented dan memandang diri mereka spiritual
Dipengaruhi diri sendiri, bukan dipengaruhi keadaan sekitar
Berhati-hati dalam menggunakan uang
Berpikir sukses bukan hanya diukur dari keuangan

Conservative Solitude:
Tertinggal jika berhubungan dengan teknologi
Bukan orang yang berorientasi pada penampilan
Memiliki pemikiran yang konservatif

Fashion Forward:
Berorientasi pada penampilan
Berorientasi pada merek
Suka pada gadget-gadget baru
Sangat optimistis mengenai masa depan mereka

Constant Hedonist
Memiliki pengeluaran yang besar
Fun seekers
Short term thinkers—hidup untuk hari ini dan tidak terlalu memikirkan hari esok
Menyukai musik dan hiburan, senang memanjakan diri mereka sendiri

Sumber: Nielsen Indonesia, 2005 (Mjlh Mix)

Tidak ada komentar:

Zonaclix - A Place to Earn online!