Menarik untuk disimak tulisan dari Brand Consultant & Head of School, Marketing, Binus Business School, Amalia E. Maulana yang mengetengahkan "Image versus Selling" di harian Bisnis Indonesia, edisi Jumat (01/08/2008).
Dalam tulisannya yang sederhana namun secara fundamental memisahkan perbedaan antara membangun image dan melakukan penjualan dengan kasus sehari-hari.
Secara prinsip, model perilaku konsumen yang dirumuskan dalam Marketing yaitu; AIDA (Awareness, Interest, Desire, Action) yang kemudian diikuti dengan ATR (Awareness, Trial, Repeat) setelah diolah oleh pakar Marketing menjadi AUPCAR (Awareness, Understand, Performance, Convince, Repeat) saat ini telah menjadi pegangan para marketer dalam mempengaruhi konsumen agar nantinya mereka akan membeli dan akan loyal kepada produk yang ditawarkan.
Dari model di atas, perlu disimak adanya dua kegiatan yang saling terkait yaitu; penciptaan image dan penjualan, sehingga dalam langkah kerjanya marketer masih dalam koridor tersebut.
Gejala adanya pemisahan antara brand image dan Selling (penjualan) banyak dialami oleh banyak perusahaan. Model perilaku tersebut di atas tidaklah terpakai jika seorang penjual berprinsip bahwa penjualan lebih penting dari pada brand building.
Dikatakan Amalia, "Dari kacamata brand building, sebenarnya kita tidak bisa membuat judgement yang ekstrem bahwa menawarkan lebih penting daripada mengingatkan atau sebaliknya. Karena sebenarnya kedua kegiatan ini tidak terpisahkan. Dalam sebuah aktivitas yang kesannya full selling, sebenarnya di dalamnya ada proses reminding atau mengingatkan tentang keunggulan brand. "
" Jika selling tidak didukung oleh image brand yang baik, penjualan yang tercipta pada hari itu tidak akan diikuti oleh penjualan berikutnya dalam jangka panjang. "
Kini, kesimpulannya adalah "kepuasan pelanggan yang tercipta pada saat berinteraksi dengan brand sedikit banyak tercipta akibat dalam proses selling tersebut dilibatkan juga brand image building."
Hal di atas berlaku untuk semua bentuk usaha baik produk maupun jasa. Brand image dan selling tidak dapat dipisahkan, mereka saling kait mengait. Dan akhirnya yang menjadi masalah adalah bagaimana membagi proporsi kedua kegiatan yang saling mempengaruhi tersebut. Dalam tulisan Amalia, tentunya produk telah memenuhi syarat dan sesuai dengan image yang diinginkan.
Untuk media radio sangat dipengaruhi oleh kedua kegiatan itu. Satu sisi bagaimana melakukan brand image dan sisi lain melakukan activation selling terhadap program-program yang ada.
Perlu diingat bahwa produk dari media Radio tersebut adalah pendengar dengan loyalitas mereka dalam mendengarkan radio. Dari merekalah terbentuk image yang diinginkan dari sebuah radio siaran.
Image building sering kali gagal jika racikan siaran yang tidak mencerminkan visi dari penciptaan image. Sering media radio yang telah melakukan kreativitas program gagal dalam melakukan brand image karena program yang disajikan berbeda dengan image yang dibangun. Hal itu akan terlihat jelas jika image yang ingin dibangun bertolak belakang dengan siaran-siaran mereka yang menghasilkan pendengar yang tidak sesuai.
Dalam kasus-kasus tertentu, banyak radio dengan jumlah pendengar banyak tetapi sepi iklan atau banyaknya pendengar tidak beriringan dengan datangnya pendapatan melalui iklan.
Tapi ada beberapa radio siaran yang sukses dalam menyajikan siarannya yang mendukung pencapaian image building. Mereka akhirnya menangguk keuntungan finansial (iklan) dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Kasus-kasus tersebut di atas sangatlah wajar terjadi jika antara marketing dan sales serta program tidak duduk bareng mendiskusikan tujuan mereka.
Baik marketing, tim sales dan program perlu memahami bahwa membangun brand adalah sebuah proses, perlu waktu. Kita bagi proses branding dalam enam tahap yaitu:
Tahap pengenalan (aware)
Tahap mengerti benefit atau positioning (understand)
Tahap meyakinkan bahwa produk lebih baik dari pesaing (preference)
Tahap membangkitkan semangat mencoba, membeli secepatnya (convince)
Tahap terciptanya penjualan (action/selling)
Tahap pembelian kembali (repeat)
Akhirnya Amalia, mengungkapkan dalam overall brand building, tidak bisa kita katakan bahwa tahap activation lebih penting daripada tahap image building, karena activation baru bisa berhasil apabila image brand sudah tercipta dengan baik.
Jadi keduanya (image+selling/uang) adalah satu paket. Seorang pemasar harus melihat kondisi brandnya sebelum membagi budget kegiatan pemasarannya. Rapot dari brand adalah potret yang menjelaskan seberapa banyak orang yang sudah kenal brand, yang mengerti positioning brand, yang tertarik memilih brand dibandingkan dengan pesaing, yang bersemangat untuk mencoba, yang sudah membeli dan yang ingin membeli terus.
Jika rapot imagenya masih rendah, kita tahu brand masih butuh dukungan image building. Pada saat image brand produk yang dijualnya sudah mapan, seorang pemasar bisa fokus pada tahapan no. 4 (convince), no. 5 (action) dan no. 6 (repeat). (***)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar