DbClix

Rabu, 11 Februari 2009

Kini, "Tren" Pendengar Terhadap Lagu, Dibanding Obrolan Penyiar

SUDAH setahun ini, beberapa radio di kota-kota besar mencoba untuk mempersempit keterlibatan penyiar dalam siarannya dibandingkan memutarkan lagu. Bayangkan sekarang ini, penyiar dibatasi berbicaranya hanya 1 menit saja, kemudian lagu lah yang lebih dari 4 menit di putar berturut-turut sebanyak 3 lagu bahkan lebih.

Alasannya adalah "tren pendengar" yang terjadi menuntut agar penyiar lebih sedikit ngomongnya dibandingkan lagu. Dengan alasan pendengar juga bahwa memutar lagu atas permintaan pendengar kini menjadi andalan radio saat ini.

Tapi apakah tren tersebut akan menjadi andalah sebuah station dalam menggrap pendengar yang akhirnya mengubah kebijakan sebuah station radio ?

Ikuti penuturan dua penyiar di bawah ini.

Tony Thamrin:
Minggu kemaren gw sempet radio tour ke Jakarta buat ngunjungin temen2 lama di UFM, JAKFM, Female, Prambors dan juga HRFM. Setelah mengamati pola siaran mereka, ternyata ada sebuah kecenderungan (yg katanya mulai diterapin sekitar taon lalu), hampir semua penyiar radio udah makin “dibatasi” kebebasannya dalam bersiaran. Pada intinya “More Music Less Talk”. Lagu jadi andalan dan kalo bisa si penyiar ngomong dengan tempo sesingkat2nya. Djakarta toedjoeh belas agoestoes….uuups, apaan sih!


Nah, sekarang yg jadi pertanyaan, sebenernya apa sih yang ngebuat pergeseran itu? Jawabannya adalah pendengar! Pendengar cenderung lebih doyan dengerin lagu2 aja ketimbang penyiarnya ngoceh di microphone. Sekarang radiolah yang disetir oleh pendengar. Kalo dulunya pendengar masih bisa disetir oleh stasiun radio, mulai dari penentuan chart lagu (dulu banyak stasiun radio yang berhasil menyetir selera musik audience-nya, dan skrg justru pendengar yg nentuin layak apa gak lagu itu masih nongkrong disbuah chart). Sampe ke jaman sekarang, dimana kehadiran penyiar radio udah dikalahin dengan sesuatu yang bernama lagu, tembang, tracks,…u name it!!!

Bayangin! Durasi ngomong dibatasin cuman semenit! Kalo ngomong dua menit itu udah kebanyakan. Dulu gw emang sempet dapet ilmu berbicara diradio itu katanya harus KISS (Keep It Short Simple). Makanya baca adlibs 9 detik gw pernah lakukan (waktu di Prambors Jakarta 1998 dan gw inget banget baca adlib itu di intro lagu Boyzone hehehe). Jujur asyik kalo ngomong pendek2. Dulu kita berlomba2 siapa penyiar yang bisa ngobrol diatas intro lagu yang cuman 10-15 detik. And it works!

Itu dulu…..waktu obrolan penyiar masih jaya2nya dimana banyak pendengar yang tersihir oleh gaya berbicara sang penyiar. Tapi jaman sekarang berubah, pendengar lebih banyak terhipnotis oleh lagu ketimbang “persembahan” si penyiar tadi. Gw pribadi ngerasa sbenernya radio show yg bagus adalah gabungan equal antara sang penyiar dan lagu. Tapi ada satu sisi dimana gw juga harus nampilin info yg kalo dibaca singkat justru gak nyampe misinya. Wah kalo gini terus apa bedanya dengan beli CD aja trus denger satu album??? Apa gunanya radio?? Penyiar hanya baca adlib?? Penyiar hanya nyampein info singkat tiga baris???

Sebenernya kalo mo jujur, dengan adanya trend ini, sang penyiar justru makin ngerasa ringan melakukan kerjaannya. Udah kerja ringan dibayar mahal pula hehehehe…. Tapi di sisi laen, gw yg notabene banci ngomong, ngerasa makin dibatasi kebebasannya buat berekspresi.

Orgasme udah gak didapetin lagi dalam dunia siaran. Salah satu temen gw sempet curhat :
“man, tiga lagu ngomong, itu juga ngomong harus dibatesin durasinya. Gw sempet punya program radio play buatan sendiri langsung gak diijinin karena emang tren sekarang ya kayak gini!”

Selain itu si temen gw ini juga bilang :

“Gak lama lagi kita bakal pake software siaran yang agak aneh. Software itu makin ngebatasin obrolan penyiar. Jadi kalo lagu abis, penyiar ngomong, dan pas semenit, lagu berikutnya langsung jalan ndiri tanpa kita pencet play!”

Hmmmm. Mau sampe kapankah tren seperti ini? Ato ini Cuma siklus sesaat yang akhirnya (hopefully!) akan mengembalikan lagi penyiar ke “harkat” sebenarnya?

Dewi Utami:
wow, that's news!
di volare sendiri, masih bersikukuh dengan "pola lama" yaitu berusaha memperkenalkan lagu bagus ke pendengar sesuai format radio kami. yang dimaksudkan jangan sampai terjadi perubahan seperti yang tony bilang, "dulu banyak stasiun radio yang berhasil menyetir selera musik audience-nya, dan skrg justru pendengar yg nentuin layak apa gak lagu itu masih nongkrong disbuah chart".

ada pengalaman yang ingin saya bagi, di 2009 ini, kami justru menghentikan kebebasan pendengar di program rekues harian berdurasi 3 jam untuk memilih lagu, namun kami batasi dengan playlist yang sudah dipersiapkan.

kenapa berani? bukankah katanya selera pendengar yang jadi panutan sekarang?mungkin, tapi hal itu hanya membuat radio kami tak bedanya dengan radio lain dan TV, dan mp3 yang orang-orang beli bajakannya/diunduh dari internet. saya sependapat sekali waktu tony bilang, "Wah kalo gini terus apa bedanya dengan beli CD aja trus denger satu album??? Apa gunanya radio??"

untung saja, kami masih punya pendengar setia yang rajin mengkritik, yang berani berulang kali mengingatkan bahwa program rekues kami itu sungguh melencengkan format musik yang sudah diterapkan.

sempat ragu waktu mau menerapkan playlist di acara rekues, karena pendengar jadinya hanya bisa kirim salam tanpa bisa memilih lagu yang betul-betul mereka inginkan, tapi syukurlah... sebulan sudah lewat, hanya dukungan positif yang kami terima, bukannya kritikan.

terus, masalah penyiar yang dibatasi ngomongnya... bisa jadi memang itu sebuah trend, yang tampaknya berlaku di kota besar yah? di pontianak belum seperti itu... tapi kalau harus memang ingin menghadirkan musik lebih banyak, ya mendingan jangan pasang penyiar sekalian di jam-jam tertentu. lebih hemat toh? :)
salam dari pontianak (Pandu)

Tidak ada komentar:

Zonaclix - A Place to Earn online!